Author: Kanaya Sitepu
Kemajuan teknologi informasi telah membawa dampak positif maupun negatif dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Akses mudah ke data dan informasi, kenyamanan dalam berkomunikasi, serta efisiensi dalam berbagai bidang, semuanya telah ditingkatkan oleh revolusi digital ini. Namun, di balik berbagai manfaat tersebut kita juga dihadapkan pada tantangan serius yang muncul seiring dengan perkembangan teknologi ini.
Data berasal dari kata “Datum” yang berarti fakta atau bagian dari fakta yang mengandung arti yang dihubungkan dengan kenyataan yang dapat digambarkan dengan simbol, angka, huruf dan sebagainya (Firdaus. et all. 2020). Data menurut Drs. Jhon J. Longkutoy mengatakan bahwa “Data adalah suatu istilah majemuk dari fakta yang mengandung arti yang dihubungkan dengan kenyataan, simbol, gambar, angka, huruf yang menunjukan suatu ide, objek, kondisi atau situasi dan lainnya”.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa “Data merupakan fakta atau bagian dari fakta yang belum tersusun yang mempunyai arti yang dihubungkan dengan kenyataan yang benar- benar terjadi, Fakta dapat dinyatakan dengan gambar (grafik), kata-kata, angka, huruf dan lain sebagainya”.
Seperti yang dipaparkan oleh Feradhita NKD (2020), kebocoran data adalah istilah yang digunakan untuk menyebut pengunggahan data-data pribadi yang bersifat sensitif ke internet secara berlebihan. Biasanya pengguna yang melakukan hal ini sering mengabaikan dampak yang dapat ditimbulkan. Berdasarkan laporan perusahaan keamanan siber Surf Shark, Amerika Serikat (AS) merupakan negara dengan kasus kebocoran data terbanyak per Desember 2022. Kasus kebocoran data di AS mencapai 2.460.234.304 akun. Kemudian Menurut data perusahaan keamanan siber surfshark, Indonesia masuk kedalam 10 besar negara dengan kasus kebocoran data menempati urutan ke-3 negara dengan jumlah kasus kebocoran data terbanyak di dunia. Semakin meningkatnya jumlah penggunaan internet di Indonesia, maka semakin berkembang pula masalah-masalah baru yang perlu menjadi sebuah perhatian, salah satunya adalah mengenai perlindungan data pribadi pengguna. Kasus kebocoran data dan kejahatan siber di Indonesia terjadi dalam beberapa sektor, seperti sektor perekonomian, pemerintah hingga sektor telekomunikasi.
Jika dilihat trennya, sejak kuartal I 2020 jumlah akun yang mengalami kebocoran data di Indonesia cenderung fluktuatif. Puncaknya terjadi pada kuartal II 2020 di mana ada 39,6 juta akun di Tanah Air yang dibobol hacker. Kemudian jumlah akun yang mengalami kebocoran data di Indonesia mengalami penurunan menjadi 669,4 ribu pada kuartal II 2021. Meski demikian, jumlahnya kembali meningkat pada kuartal III 2021. Pada akhir tahun 2021 hingga tiga bulan pertama tahun 2022, jumlah kasus kebocoran data di Indonesia menurun, tetapi melonjak kembali pada kuartal II 2022. Adapun secara global, sebanyak 2,3 miliar akun telah dibobol sejak awal tahun 2020 (Dihni, 2022).
Kebocoran Data dapat terjadi ketika pengguna tidak memperhatikan dampak yang mungkin timbul. Data-data ini sering tersimpan dalam riwayat penelusuran atau informasi log masuk di perangkat elektronik, dan kondisi ini meningkatkan risiko serangan siber (Hisan:2023). Sukma (2021) mengatakan tata kelola data yang efektif sangat penting untuk menjaga kualitas data, memastikan keamanan data, dan mematuhi peraturan. Perusahaan dalam menjalankan organisasinya tidak hanya membutuhkan pengelolaan yang baik tetapi juga membutuhkan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan salah satu bentuk dari implementasi prinsip tata kelola yang baik. Dalam konsep tata kelola perusahaan terdapat pemisahan fungsi antara agen dan prinsipal yang menjadi dasar dari agency theory.
Kebocoran data dapat menyebabkan kerugian finansial bagi perusahaan atau individu yang terkena dampaknya. Hal ini dapat terjadi karena biaya pemulihan data, sanksi hukum, atau hilangnya kepercayaan pelanggan. Kebocoran data juga dapat merusak reputasi perusahaan atau individu yang terkena dampaknya. Kemudian ancaman keamanan, kebocoran data dapat membuka celah bagi serangan siber, seperti pencurian identitas atau penipuan.
Kesimpulan
Dalam era digital yang terus berkembang, tantangan utama yang dihadapi oleh berbagai negara adalah keamanan data. Kebocoran data yang terbesar, seperti yang terjadi pada insidenTokopedia dan sejumlah insiden lain di berbagai belahan dunia, menggarisbawahi kompleksitas dan risiko yang terlibat dalam menyimpan dan mengelola informasi pribadi. Insiden-insiden tersebut menunjukkan bahwa tidak ada negara yang benar-benar terhindar dari ancaman keamanan siber, dan kebocoran data dapat terjadi di berbagai sektor, termasuk perusahaan e-commerce, lembaga keuangan, dan lembaga pemerintah. Pentingnya meningkatkan keamanan data menjadi semakin jelas, mengingat dampak seriusnya terhadap privasi individu, kepercayaan publik, dan stabilitas ekonomi.
Dalam mengelola arsip digital, organisasi perlu memperhatikan tahapan pengelolaan arsip digital, efisiensi pengelolaan arsip, manfaat digitalisasi arsip, legalitas digitalisasi arsip, dan pemahaman tentang kelebihan dan kelemahan proses digitalisasi arsip serta penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang tepat. Dengan demikian, organisasi dapat meminimalisir terjadinya kebocoran data dan pencurian identitas dengan kesadaran dan perbaikan pengelolaan arsip yang baik.